Menggapai hakikat haji sebelum pergi ke tanah suci

Estimated read time 6 min read

JAKARTA (ANTARA) – Haji merupakan perjalanan rohani menuju Baitullah (Rumah Tuhan) dan bukan perjalanan fisik menuju suatu titik geografis di Tanah Suci Mekkah. Oleh karena itu, tidak perlu menggunakan segala cara untuk mencapainya karena Baitullah yang sesungguhnya ada di dalam hati. Bagaimanapun juga, haji adalah kesempurnaan ibadah kepada Sang Pencipta, maka lakukanlah dengan kesadaran spiritual.

Tidak semua umat Islam bisa menunaikan ibadah haji, rukun Islam kelima, karena terkendala jarak, biaya, dan birokrasi yang mengharuskan harus mengantri puluhan tahun. Jika hanya punya uang, tidak bisa langsung berangkat haji ke Mekkah, karena banyak syarat yang harus dipenuhi, antara lain kesehatan fisik dan (apalagi) kuota yang terbatas.

Indonesia merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia. Menurut laporan “500 Muslim: 500 Muslim Paling Berpengaruh di Dunia pada tahun 2024” oleh Royal Islamic Strategic Research Center (RISSC), jumlah umat Islam di Indonesia akan mencapai 240,62 juta pada tahun 2023. Indikator ini setara dengan 86. 7% dari total populasi. Jumlah penduduknya 277,53 juta jiwa.

Saat ini kuota haji Indonesia tahun ini sebanyak 241.000 jamaah yang terdiri dari 213.320 jamaah haji reguler dan 27.680 jamaah haji khusus. Ini merupakan kuota haji tertinggi sepanjang sejarah ibadah haji Indonesia. Namun pangsa tersebut masih terbilang kecil dibandingkan jumlah antrian yang mencapai 5,3 juta pendaftar.

Antusiasme umat Islam terhadap ibadah haji sangat tinggi tidak hanya di kalangan orang kaya saja yang berniat menunaikannya. Setiap musim haji, selalu ada cerita mengharukan tentang orang-orang miskin yang terus berupaya selama bertahun-tahun untuk menabung sejumlah kecil uang untuk berangkat ke Mekkah.

Ada yang berjuang mati-matian untuk berangkat haji meski mampu, namun ada juga yang berkesempatan berangkat haji beberapa kali karena keterbatasan finansial sehingga bisa “melewati” antrian tersebut. bagian orang lain.

Mengingat waktu tunggu yang lama bagi jutaan orang yang berharap untuk mengunjungi tanah suci, meski bukan larangan agama, ziarah berulang kali bisa menjadi “dosa sosial yang besar” karena keegoisan telah menghalangi orang lain untuk melakukan ibadah haji. kesempatan untuk berdoa.

Kalau ibadahnya hanya untuk Allah, maka itu bukan dengan tipu muslihat karena dapat merusak keutamaannya. Ibadah haji dikecualikan dengan tujuan untuk mendapatkan gengsi atau sekadar mengejar gelar. Faktanya, Nabi Muhammad SAW tidak pernah menggunakan sebutan “peziarah” karena arti haji secara harafiah adalah peziarah atau orang yang sengaja berziarah (Baitullah), sehingga istilah ini hanya berlaku bila ada jamaah di Mekkah.

Konon tanah suci hanya menerima tamu Allah yang datang dengan niat suci tanpa niat duniawi. Jika syarat tersebut tidak terpenuhi, calon jamaah haji bisa saja mendapat “peringatan” langsung dari Allah melalui berbagai tanda atau perilaku yang aneh dan tidak biasa.

Setiap tahunnya, sekitar 1,8 juta umat Islam dari berbagai negara menunaikan ibadah haji ke Makkah Mukarrama, khususnya jamaah haji asal Indonesia yang berhak menyandang gelar “haji”, namun tidak semua jemaah otomatis mendapat gelar tersebut dari Allah SWT. diperlukan.

Hakikat Haji

Jika Anda termasuk orang yang tidak bisa menunaikan ibadah haji karena alasan ekonomi atau belum tiba gilirannya, jangan berkecil hati atau patah semangat dengan antrean yang panjang.

Ziarah ke Tanah Suci adalah ritual Syariah di mana umat Islam mengunjungi Baitullah dalam bentuk fisiknya, Ka’bah. Agar upacara tersebut mempunyai nilai dan substansi, maka seseorang harus hadir pada saat itu dengan kesadaran penuh, baik lahir, batin, dan rohani. Hal-hal duniawi yang mengganggu kekhusyukan shalat, seperti pekerjaan yang ditinggalkan di rumah, harta benda, kebun, dan hewan, tidak pernah terlintas dalam pikiran Anda.

Betapa ruginya gereja yang berkesempatan berangkat ke negeri para rasul namun menyia-nyiakan waktunya karena tidak menunjukkan diri secara utuh. Faktanya, ada jutaan orang yang terus berdoa sambil menunggu untuk bisa berangkat haji secepatnya.

Bagi yang memang ingin menunaikan ibadah haji, jangan hanya menunggu undangan ke Mekkah. Sampai godaan itu tercapai, Anda bisa menunaikan haji. Kita bisa menunaikan ibadah haji kapan saja tanpa biaya apapun tanpa harus kemana-mana karena hakikatnya rumah Allah sangat dekat.

Haji bukanlah perjalanan dari Jakarta (atau kota tempat kita tinggal) menuju Mekkah, melainkan perjalanan menuju kedalaman terdalam, karena Baitullah yang hakiki ada di dalam hati. Sebagaimana sabda Nabi kita SAW, “Hati seorang mukmin adalah Baitullah”, hati orang mukmin adalah rumah Allah.

Hal ini ditegaskan oleh beberapa ayat Al-Qur’an yang seolah-olah berkali-kali menekankan bahwa Tuhan itu dekat, bahkan sangat dekat.

Dalam surat Al-Baqarah ayat 186 dikatakan: “Jika hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, niscaya Aku dekat…”

Kemudian surat Qaf, ayat 16: “…dan kami lebih dekat kepadanya dari pada urat leher.”

Karena hati adalah tempat terdalam kita, untuk melakukan perjalanan ke sana pertama-tama kita harus mencapai tubuh (lapisan terluar dari diri) dan kemudian melalui jiwa menuju hati. Artinya, ibadah bukan lagi aktivitas fisik yang dilakukan hanya dalam tataran ritual. Apalagi ibadah merupakan pengabdian kepada Sang Pencipta, sehingga dapat menggairahkan jiwa karena membaranya kesadaran spiritual.

Selain itu, menunaikan ibadah haji juga dapat memperoleh hikmah dari sejumlah ritual seperti Tawaf, Soi, dan Wukuf.

Tawaf dilakukan tujuh kali mengelilingi Ka’bah dari sisi kiri atau berlawanan arah jarum jam, dimulai dari Hajar Aswad. Jika diperhatikan lebih dekat, Hajar Aswad itu bentuknya seperti alat kelamin wanita. Mencium Hajar Aswad merupakan simbol rasa cinta kita kepada orang tua dan menyadari bahwa kita pernah berada dalam kandungan ibu kita.

Rangkaian ibadah haji adalah menelusuri jejak ibu (Hajar Aswad), ayah (Maqam Ibrahim), anak (Ismail, Sa’ida). Ketiganya adalah potret rumah tangga yang bersatu, mampu membangun “bayti jannat” (rumahku surga).

Lalu kenapa melakukan Tawaf ke arah sebaliknya? Maknanya adalah kita selalu ingat untuk kembali karena tujuannya adalah untuk kembali kepada-Nya. Adapun pakaian Ihram yang mulus ibarat kain kafan yang kita pakai ketika meninggalkan dunia fana.

Ketika kita kembali ke rumah, keaslian harus melepaskan semua identitas, termasuk karier, jabatan, dan status sosial. Pakaian ihram yang dikenakan di pintu masuk pura merupakan simbol pembebasan seluruh umat, umat adalah satu, satu hamba. Tawaf pakaian Ihram menggambarkan kesederhanaan, ketaqwaan dan ketaatan seorang hamba kepada Allah Ta’ala.

Sedangkan Hajar, istri Sa’i Ibrahim alaihissalam, mengacu pada perjalanan antara bukit Safa dan Marwa untuk mencari air untuk putranya Ismail alaihissalam. Hikmah yang bisa dipetik dari Sai adalah tetap gigih dalam berusaha dan pantang menyerah disertai keyakinan akan kekuasaan Tuhan.

Kemudian kita mencapai puncak ibadah haji, wukuf di Padang Arafah. Wukuf artinya hening, hening dan hampa, mengosongkan pikiran dan hanya membiarkan Tuhan saja yang bersemayam di dalamnya.

Padang Arafa mengacu pada tempat yang familiar, yang dapat diartikan sebagai tempat fisik dan juga dipahami sebagai ilustrasi. Tempat terbaik untuk mengenal Tuhan adalah di hati manusia.

Menyadari makna haji dan mengamalkannya menjadikan kita orang-orang yang mulia. Kalau tidak (mabrur), ziarah ke tanah suci tanpa kesadaran spiritual mungkin tidak berbeda dengan wisata religi biasa.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours