LPEI: Produk lidi RI jadi sumber devisa dengan manfaatkan limbah sawit

Estimated read time 3 min read

JAKARTA (ANTARA) – Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Bank Exim Indonesia menyatakan Indonesia memiliki potensi yang besar dalam mengekspor daun nipah dan daun palem ke negara-negara pengguna limbah sawit. Memiliki potensi yang besar dimana kemungkinannya lebih besar.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah oleh tim ekonom LPEI menunjukkan bahwa pada tahun 2023, ekspor daun nipah dan daun lontar Indonesia Nilainya meningkat sebesar 11,44 persen (year-on-year). . Mencapai 29.32. 26,31 juta USD hingga juta USD pada tahun 2022.

“Batang napa dan pelepah napa berasal dari tulang pelepah yang menghubungkan daun dengan pelepah. Batang nipah yang berasal dari pohon kelapa sawit memiliki tekstur sedikit lebih keras, ujungnya lebih ringan dan lentur, serta sesuai baku mutu. untuk tebu nipah dan tebu sawit memiliki “tingkat kekeringan 50%. dengan panjang sapuan minimal 90 cm,” jelas Ekonom Senior LPEI Donda Sara Hotbarat dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis.

Selain dijadikan sapu, lidi juga bisa dijadikan berbagai kerajinan tangan, seperti piring, keranjang, vas bunga, dan tempat tisu.

Produk turunan daun nipah dan daun lontar yang paling banyak diekspor adalah sapu yang terbuat dari bahan tumbuhan ranting atau akar, yakni sebesar 98,24 persen atau setara US$ 28,80 juta.

Nilai ekspor sawit dan daun nipah mencapai US$10,18 juta pada Januari-Juni 2024, turun 27,59 persen (year-on-year) dari US$14,06 juta pada periode yang sama, kata Donda tahun lalu.

Hal ini sejalan dengan penurunan volume yang hanya mencapai 26,6 ribu ton atau berkurang 18,91% (year-on-year) dibandingkan 32,8 ton pada periode yang sama tahun lalu.

Penurunan ekspor terdalam terjadi di India yang turun sebesar 51,85 persen, disusul Jepang sebesar 17,82 persen, dan Tiongkok sebesar 34,93 persen. Di tengah tren penurunan tersebut, ekspor minyak sawit dan daun nipah Indonesia pada periode tersebut masih mencatatkan pertumbuhan ke beberapa negara, seperti ke Pakistan sebesar 11,05%, ke Filipina sebesar 20,03%, dan ke Vietnam meningkat sebesar 194,59 persen. .

“Melihat nilai ekspor pada paruh pertama tahun 2024, nilai ekspor tampaknya akan terdepresiasi pada akhir tahun 2024, terutama untuk India, Jepang, dan Tiongkok. Periode suku bunga yang tinggi melemahkan sektor real estate global. permintaan produk furnitur dan dekorasi rumah, konsumen memilih produk penting, kata Donda. Ada peluang untuk ekspor.

Selama lima tahun terakhir, neraca perdagangan daun nipah dan daun lontar Indonesia selalu mencatat surplus, mencapai surplus US$29,14 juta pada tahun 2023, lebih tinggi dibandingkan surplus US$26,27 juta pada tahun 2022.

Berdasarkan data yang dirilis International Trade Center (ITC) melalui TradeMap, pada tahun 2023, Indonesia menduduki peringkat kedua eksportir daun nipah dan daun palem terbesar di dunia dengan kontribusi sebesar 12,42 persen dari total ekspor dunia, disusul oleh Tiongkok ( 20.90). persentase).

“Indonesia sebagai produsen terkemuka diharapkan dapat memanfaatkan peluang ini dengan memperluas jaringan distribusi dan meningkatkan kualitas produk di pasar non-tradisional,” kata Donda.

Salah satu eksportir batang nipah dan lontar asal Indonesia adalah Rianto Aritunang, pemilik CV Kahaka Internasional sekaligus alumnus Program Pelatihan Eksportir Baru (CPNE) LPEI tahun 2020.

Setelah menjalani program pendampingan LPEI, Rianto mengekspor minyak sawit dari limbah ke tujuh negara yaitu Pakistan, India, Nepal, Vietnam, Singapura dan Bangladesh, dengan rata-rata ekspor 12 hingga 15 kontainer per bulan berhasil diekspor.

Sepanjang tahun 2020 hingga Juni 2024, CV Kahaka Internasional mengekspor 8.500 metrik ton batang kelapa sawit atau 622 kontainer senilai US$3,5 juta. Untuk memenuhi kebutuhan ekspor, Ryanto menggunakan Kredit Modal Kerja Ekspor (PKE) Khusus Penugasan Ekspor UKM LPEI.

Pemerintah memberikan Penugasan Khusus Ekspor (PKE) kepada LPEI untuk memberikan pembiayaan, penjaminan, dan/atau asuransi terhadap kegiatan ekspor yang secara komersial sulit dilaksanakan, namun dipandang perlu untuk mendukung kebijakan ekspor nasional.

“Satu kontainer bisa menampung 25 ton tongkat senilai Rp 130-150 juta per kontainer. Nantinya, tongkat tersebut akan diolah menjadi sapu siap pakai kembali di negara tujuan. Rianto mengatakan, “Kami juga mengekspor sapu siap pakai ke negara tujuan. Singapura dengan harga Rp 10-12 ribu per potong, yang dijual distributor dengan harga S$2 per potong atau sekitar Rp 20-25 ribu,” kata Ryanto.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours