Subsidi KRL Berbasis NIK, Pengamat : Kemunduran Pembenahan Transportasi Umum

Estimated read time 2 min read

JAKARTA – Ketua Lembaga Penelitian Transportasi Ki Darmaningtyas menilai penetapan tarif KRL berdasarkan NIK merupakan bentuk kegagalan perbaikan sistem transportasi umum di Indonesia. Sebab, tidak memenuhi kriteria pengurangan emisi karbon dan mengatasi kemacetan dengan mendorong masyarakat menggunakan transportasi umum.

“Saya pribadi lebih memilih dan mendukung subsidi transportasi dibandingkan subsidi yang ditargetkan karena manfaatnya jauh lebih besar dibandingkan subsidi yang ditargetkan,” ujarnya saat dihubungi MNC Portal, Minggu (31/8/2024).

Darmaningtyas menjelaskan, hanya masyarakat miskin yang dapat menikmati manfaat subsidi yang ditargetkan. Meskipun manfaat subsidi angkutan umum dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat yang menggunakan angkutan umum, pengurangan penggunaan kendaraan pribadi dan peralihan ke KRL juga dapat mengurangi polusi udara.

“Beberapa sepeda motor dan mobil diparkir di stasiun dan pengguna KRL melanjutkan perjalanannya, sehingga kemacetan di kawasan Yabodetabek bisa berkurang. Anggaran pemerintah juga bisa dihemat dengan pengurangan subsidi BBM,” kata Darmaningtyas.

“Ini merupakan langkah mundur dan belum jelas apakah pemerintah akan memberikan subsidi harga BBM khusus untuk Ojol, namun subsidi yang ditargetkan akan diterapkan pada pengguna kereta api perkotaan,” ujarnya.

Jika pemerintah melalui Kementerian Perhubungan ingin mengurangi anggaran PSO untuk KRL agar tidak membebani ruang keuangan. Darmaningtyas menegaskan, harga KRL yang belum dinaikkan sejak 2016 bisa disesuaikan.

Karena itu, Penyesuaian tarif KRL lebih awal akan berdampak pada pengurangan subsidi dan mempertahankan layanan KRL yang lebih baik karena perusahaan memiliki arus kas yang cukup untuk operasional sehari-hari.

Menurut dia, DJKA (Direktorat Jenderal Perkeretaapian) Kementerian Perhubungan sebelumnya telah melakukan perhitungan berapa besaran subsidi yang bisa dihemat jika tarif disesuaikan Rp2.000 untuk 15 kilometer pertama.

“Kalau masyarakat berkendara KRL sejauh 15 kilometer dan membayar Rp 5.000, masih sangat terjangkau. Mereka yang benar-benar tidak mampu mengajukan permohonan manfaat dan menggunakan NIC akan menjadi relevan. Apabila penggunaan NIK ditujukan untuk seluruh pengguna dan layanan KRL Jabodetabek. “KCI lain jelas tidak cocok,” tutupnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours