Budidaya maggot bisa diintegrasikan dengan lele

Estimated read time 2 min read

Jakarta (ANTARA) – Budidaya lalat hitam prajurit (BSF) atau belatung dapat diintegrasikan ke dalam peternakan atau perikanan semudah memelihara ikan lele di dalam ember.

“Contohnya kalau ada cacing, di bawahnya ada kolam lele, atau ada lele yang ada embernya. Kalau sempit, di bawah lele di ember, jadi integrasi,” ujar Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta itu. Kepala Bidang Pengurangan dan Penanganan Dedy Setiono mengatakan pada hari Rabu bahwa online sedang terjadi di Jakarta.

Dedy mengatakan, cacing merupakan sumber makanan bagi perikanan dan peternakan, dan penelitian menunjukkan kandungan protein pada makhluk tersebut bisa mencapai 40 persen.

Menurutnya, menjadikan cacing sebagai makanan hewan dan ikan juga bisa menjadi solusi permasalahan pencarian pembeli (buyer) cacing budidaya.

“Biasanya pembelinya ada masalah cacing segar dan kering. Mereka tidak mendistribusikannya kemana-mana, bingung mau jual ke mana. Sekarang sudah ada koperasi cacing yang anggotanya sekitar 30 orang, bisa jadi saluran bagi pembeli untuk membeli. jual.jual cacing,” kata Dedy.

Mengenai penyiapan peralatan pemeliharaan cacing meliputi kandang lalat hitam untuk kawin dan bertelur, tempat penetasan telur, reaktor atau biopool sebagai tempat berkembangnya larva dan pemberian pakan dari sampah organik.

“Tidak terlalu mahal, alat yang disiapkan tidak terlalu banyak. Hanya perlu kesabaran karena kita menjaga makhluk hidup,” kata Dedy.

BSF diketahui memiliki banyak manfaat, salah satunya mampu mengurangi sampah organik dalam waktu 24 jam. Hal ini lebih cepat dibandingkan dengan cara pengolahan sampah organik menjadi pupuk kandang atau kompos yang membutuhkan waktu sekitar 14-21 hari untuk menjadi kompos matang.

“Kemudian kompos yang dihasilkan hanya kompos saja. Sedangkan BSF menghasilkan produk yang beragam, antara lain cacing segar, cacing kering, dan bekas cacing bisa dijadikan pupuk atau media tanam,” kata Dedy.

Peternakan cacing masuk dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta no. 55 Tahun 2021 tentang pengurangan dan penanganan, sebagai upaya pengurangan sampah organik di Jakarta.

Data menunjukkan hampir separuh sampah Jakarta yang dikirim ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang adalah sampah organik.

Komposisi sampah di Bantargebang atau yang dihasilkan di Jakarta lebih banyak sampah organik per harinya. Sumber sampah organik terbesar berasal dari pemukiman warga, kata Dedy.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours