IESR: “Power wheeling” akselerasi pemanfaatan energi terbarukan

Estimated read time 4 min read

Jakarta (Antara) – Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai pengaturan sepeda listrik dalam RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) akan mempercepat pengembangan dan adopsi energi terbarukan di Indonesia.

“Yang pada akhirnya berkontribusi terhadap pencapaian tujuan bauran energi terbarukan, dan net zero emisi (NZE) atau karbon netral pada tahun 2060 atau lebih awal,” kata Direktur IESR Fabi Tumiwa dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

IESR menilai, regulasi Power Wheel energi terbarukan dalam RUU EBET harus didukung oleh para pengambil kebijakan karena dapat meningkatkan keandalan pasokan listrik, efisiensi biaya operasional, dan mendorong perluasan jaringan listrik.

Kemudian, memungkinkan pemanfaatan teknologi energi terbarukan secara lebih luas untuk mendukung kerja sama antar sektor bisnis, dan dekarbonisasi sektor industri dan transportasi, serta mengurangi beban PLN untuk membeli listrik dari pengembang.

Fabi mengungkapkan, pengaturan power wheeling atau pemanfaatan bersama jaringan listrik bukanlah hal baru karena sebelumnya diatur dalam UU Ketenagalistrikan, namun tidak diterapkan.

Ia juga mengatakan Power Wheels merupakan suatu kebutuhan dengan struktur pasar ketenagalistrikan Indonesia saat ini, yaitu terintegrasi secara vertikal atau diatur oleh satu perusahaan dan dioperasikan di bawah pengawasan pemerintah.

Dalam hal ini, kata Fabi, PLN sebagai pemegang bidang usaha terintegrasi berhak membangun dan mengoperasikan sistem transmisi, sedangkan pelaku usaha lainnya tidak.

Oleh karena itu, jaringan listrik harus dapat diakses oleh pihak lain untuk menyalurkan listrik dari pembangkit ke konsumen, yang pada akhirnya memberikan pendapatan bagi PLN melalui biaya sewa jaringan, kata Fabi.

Tak hanya itu, IESR menilai penerapan skema power wheeling untuk energi terbarukan merupakan langkah efisien untuk menekan biaya pengembangan infrastruktur transmisi dan distribusi serta mengurangi biaya keandalan dengan mengadaptasi infrastruktur yang ada dibandingkan membangun jaringan baru

Namun untuk mencapai target NZE pada tahun 2060 atau lebih awal, penggunaan jaringan bersama harus dibatasi hanya pada produksi energi terbarukan saja, sehingga menjadi energi terbarukan.

“Hal ini memungkinkan pengembang dan konsumen membuka akses terhadap sumber daya energi yang tidak dapat dimanfaatkan, karena pengembangan energi terbarukan sangat bergantung pada pembelian dan distribusi listrik PLN sesuai dengan kebutuhan yang terus meningkat,” jelas Fabi.

Lebih lanjut, Fabi menilai regulasi jaringan listrik terbarukan harus ditegakkan secara ketat untuk menjaga keandalan dan keamanan pasokan listrik (security of supply) bagi konsumen dan tidak merugikan non-pemilik dan operator sistem.

Aturan ini mengatur tentang perhitungan biaya penggerak yang harus mencakup kerugian sistem, biaya keandalan, jasa tambahan (additional services) dan biaya kontinjensi (cadangan) serta komponen biaya pengembangan sistem transmisi dan distribusi tenaga listrik.

Untuk itu, sebaiknya pemerintah menyusun pedoman regulasi yang jelas mengenai cara penghitungan harga kendaraan roda sehingga tidak merugikan non-pemilik dan operator sistem, tambah Fabi.

Sementara itu, Manajer Program Transformasi Energi IESR Dion Arinaldo mengatakan kehadiran powerwheeling dapat menarik investasi di Indonesia, khususnya perusahaan multinasional yang memiliki tujuan menggunakan 100 persen energi terbarukan pada tahun 2030.

Menurut Dion, memastikan akses terhadap listrik energi terbarukan akan membantu perusahaan mencapai tujuan dekarbonisasi dan menerapkan strategi dekarbonisasi melalui elektrifikasi rantai pasokannya.

“Di sisi lain, meningkatnya kebutuhan energi terbarukan akan mendorong perluasan jaringan listrik,” ujarnya.

Dion mengusulkan agar pemerintah merumuskan peraturan yang mendorong pengembangan dan penguatan jaringan listrik melalui perencanaan jaringan yang bertujuan untuk memasukkan listrik dari energi terbarukan.

Adanya power wheeling, lanjut Dion, akan membuka permintaan energi terbarukan dari pelanggan khususnya kelompok industri sehingga menarik pengembangan dan integrasi proyek energi terbarukan ke dalam jaringan PLN.

Menurutnya, selama ini banyak potensi energi terbarukan yang belum bisa dikembangkan karena harus menunggu listrik dibeli PLN.

“PowerWheeling memungkinkan konsumen industri untuk membeli listrik energi terbarukan yang digunakan untuk mendukung proses industri rendah karbon atau ramah lingkungan,” jelas Dion.

IESR mendorong DPR dan pemerintah untuk menetapkan skema penggerak energi energi terbarukan dalam RUU EBET untuk menyusun peraturan pelaksanaan yang rinci dan transparan.

“Sehingga skema ini dapat mendorong pengembangan energi terbarukan secara efektif, mengoptimalkan manfaatnya bagi pengembangan industri terbarukan di Indonesia, dan memenuhi kebutuhan pelanggan akan energi terbarukan, serta dapat menarik investasi,” kata Dion.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours